12.5 Prospek
UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia
Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di
semua sector ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia
di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di satu sisi akan
menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapak dihadapi dengan baik akan
menjelma menjadi tantangan.
Sifat Alami
dari Keberadaan UKM
Usaha kecil di Indonesia didominasi oleh
unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat dibangun dan beroperasi
hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan
system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti
diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan usaha menengah, usaha kecil
pada umumnya membuat barng-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok
masyarakat yang berpenghasilan rendah. Implikasi dari sifat alami ini berbeda
dengan usaha menengah dan usaha besar, usaha kecil sebenarnya tidak terlalu
tergantung pada fasilitas-fasilitas pemerintah.
Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi
perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan dan
kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan
menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek dari suatu usaha.
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM
dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk
memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk
berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat
dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB).
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management
(SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan,
kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya
untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep
blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam
hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus
disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi
bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan
mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya,
memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai
target tercapai.
Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia
yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP
No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
(1).Inti Plasma, (2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan, dan
(5).Waralaba.
Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan
hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM
yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi,
pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan
dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan
kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan
oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang
menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk
(parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan
seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada
perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa
kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi,
penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan
hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi
UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam
pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan
kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk
memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan
hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu,
sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis
tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak
ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan
kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi,
merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba
dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak
sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai
penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci
keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global
adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar.
Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi
usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui
perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat
melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari
fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB
yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut pandang
ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan
kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan
biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari
sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan.
Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah
kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan
ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip
saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan
oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya.
Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar
etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam
menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis
dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya
kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan
kemitraan tersebut.
Sumber:
sap.gunadrama.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar