6/7.2 Garis Kemiskinan
Garis
kemiskinan di Indonesia secara luas digunakan pertama kali dikenalkan oleh
Sajogyo pada tahun 1964 yang diukur berdasarkan konsumsi setara beras per
tahun. Menurut Sajogyo terdapat tiga ukuran garis kemiskinan yaitu miskin,
sangat miskin dan melarat yang diukur berdasarkan konsumsi per kapita per tahun
setara beras sebanyak 480 kg, 360 kg dan 270 kg untuk daerah perkotaan dan 320
kg, 240 kg dan 180 kg untuk daerah pedesaan (Arndt, Pembangunan dan Pemerataan,
hal 58, 1987). BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin (head count
index) yaitu penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan berdasarkan data
hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Garis kemiskinan yang merupakan
dasar penghitungan jumlah penduduk miskin dihitung dengan menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) yaitu besarnya rupiah yang
dibutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan
atau lebih dikenal dengan garis kemiskinan makanan dan non makanan.
Garis
kemiskinan makanan yang dimaksud adalah pengeluaran konsumsi per kapita per
bulan yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan garis
kemiskinan non makanan adalah besarnya rupiah untuk memenuhi kebutuhan non
makanan seperti perumahan, kesehatan, pendidikan, angkutan, pakaian dan barang
atau jasa lainnya. Komponen garis kemiskinan makanan adalah nilai rupiah yang
dikeluarkan untuk memenuhi 52 komoditi makanan terpilih hasil Susenas modul
konsumsi. Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah nilai rupiah dari 27
sub kelompok pengeluaran yang terdiri atas Determinan kemiskinan..., Roy
Hendra, FE UI, 2010.22 Universitas Indonesia 51 jenis komoditi dasar non
makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Dapat disimpulkan
secara umum bahwa kemiskinan absolut adalah kondisi kemiskinan yang terburuk
yang diukur dari tingkat kemampuan suatu keluarga dalam membiayai kebutuhan
yang paling minimal untuk dapat hidup sesuai dengan taraf hidup kemanusiaan
yang paling rendah. Oleh karena itu, penelitian ini selanjutnya mengacu kepada
defenisi kemiskinan tersebut
Kemiskinan
Relatif Kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan relatif
tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat. Mereka yang berada dilapis
terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat digolongkan
sebagai penduduk miskin. Dalam kategori seperti ini, dapat saja mereka yang
digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak dasarnya, namun
tingkat keterpenuhannya berada dilapisan terbawah. Kemiskinan relatif memahami
kemiskinan dari dimensi ketimpangan antar kelompok penduduk. Pendekatan
ketimpangan tidak berfokus pada pengukuran garis kemiskinan, tetapi pada
besarnya perbedaan antara 20 atau 10 persen masyarakat paling bawah dengan 80
atau 90 persen masyarakat lainnya. Kajian yang berorientasi pada pendekatan
ketimpangan tertuju pada upaya memperkecil perbedaan antara mereka yang berada
dibawah (miskin) dan mereka yang makmur dalam setiap dimensi statifikasi dan
diferensiasi sosial. Ketimpangan merupakan suatu permasalahan yang berbeda
dengan kemiskinan. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk
miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu
disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan.
Garis
kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan
antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang
sama. World Bank mengelompokkan penduduk kedalam tiga kelompok sesuai dengan
besarnya pendapatan: 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah, 40 persen penduduk
dengan pendapatan menengah dan 20 persen penduduk dengan pendapatan tinggi.
Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan
penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40 persen terendah dibandingkan total
pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan
kriteria seperti berikut: Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang
masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk
kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi. Jika
proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah
terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan
ketimpangan pendapatan sedang. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk
yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar